Edwin05032009
- 18/02/2011 11:21 PM
#201
Hidup takut di negeri sendiri lebih sering terjadi karena dari diri kita sendiri. Dan kita sering dibodohi (atau membodohi sendir) bahwa untuk melawannya adalah dengan uang.
Saya masih ingat ketika jaman Sipenmaru dulu semua orang diwanti-wanti bahwa hanya pinsil 2B merk "STEADLER" yang bisa dibaca komputer.
Karena itu tidak ada yang mau beli pensil "Faber Castle" (warna hijau) karena takut tidak terbaca. Orang berpikir toh Steadler hanya Rp 100 dan Faber Castle Rp75... mahal dikit lah, daripada, daripada....
Padahal kalau kita tahu bagaimana sistem komputer itu memeriksa kehitaman 2B, maka Faber Castle (yg juga made in Germany) itu pasti juga bisa..... tapi kita sudah dari awal ketakutan. Ketakutan yang mana tidak akan muncul kalau sedang di Canada walau dalam kasus yang sama. Kenapa?
Contoh kedua, ketika mau naik KA Parahyangan dari Gambir, sebelum sampai ke loket, sudah terlihat antrian panjang. Maka calo datang dan menakut-nakuti...."Pak, ga bakalan kebagian tiket, udah beli di sini aja, lebih mahal Rp 15.ooo aja". Melihat antrian, kita sudah takut duluan dan berpikir "alah...Rp 15.000 aja kok, daripada ngantri panas-panas, mending kasih orang itu, itung-itung uang rokok". Satu kelakuan yang kita tidak pernah lakukan walau kita melihat antrian panjang yang sama saat Boxing Day di Canada. Kenapa??
Contoh ketiga, saat menyetir di Canada, begitu lihat Speed Limit 80, maka kita berupaya mengurangi kecepatan mobil. Saat yang sama juga terjadi di tol Jagorawi, ada Speed limit 100, kita malah tancap 120. Pikirnya, "ga bakalan ada polisi lah". Saat di Canada kita distop Polisi karena Speed limit yang terlampaui, maka kita bilang "nasib...dan wah Polisi di sini tegas ya".
Tapi saat di Jagorawi kita dikejar, maka kita bilang "Alah...mau cari duit aja", lalu kita mencoba "menyuap" sesuatu yang kita sangat merasa jijik di sini. Ketika Polisi Indonesia menolak sogokan, yang muncul dipikiran adalah "Kurang kali duitnya" (ps: kenapa ga seperti di Canada yang kita bilang "wah tegas ya Polisi")
Juga saat di Canada kita terjebak pada jalur yang ada tulisan "Right Lane Exits" (Jalur kanan harus belok), maka kita akan memaksa diri kita untuk belok kanan dan cari putaran untuk kembali ke jalur kita. Tapi saat di Indonesia salah jalur di jalur "Belok Kanan Langsung", maka kita tetap berusaha untuk tetap lurus, pikirnya "alah, Metromini juga nanti nyalib dari tempat yang sama kok" (lah kok nyamain diri sendiri dengan sopir Metromini).
Dari semua contoh di atas, terlihat bahwa kita memang sering melihat Indonesia (negara anda atau buat yang sudah WN Canada, negara asal anda) secara berbeda. Sejak awal sebagian besar dari kita menganggap bahwa semua bisa diselesaikan dengan uang.
Padahal di sisi lain, ingin agar Indonesia menjadi bersih. Kalau memang itu yang diinginkan, maka dari kitanya dong yang jangan menyogok.
Untuk JC, sekiranya pun anda tidak menggunakan jasa orang di bandara tersebut, saya yakin bahwa anda memang tidak diindikasikan untuk membawa barang terlarang (artinya akan bebas melenggang). Tapi karena sedari awal sudah ditakut-takuti dan anda takut, maka keluarlah uang Rp 200rb.
Kalau pun anda kena pajak karena bawaan tersebut..... bukan kah itu memang aturannya? Jika hal yang sama terjadi saat anda menyebrang border USA balik ke Canada, dengan bawaan melebihi aturan $750, pasti anda akan tetap membayarnya di CBSA kan?
Tapi toh anda lebih berpikir untuk keluarkan Rp 200rb because is only $18, that's fine. Tapi berpikirkah anda untuk dampak jangka panjangnya?? seperti yg JC tulis sendiri:
Ya, kita memiliki sumbangsih juga dalam hal ini
Thanks Pak Unoff untuk kesempatan saya menulis di sini.
BTW, Saya jadi ingat cerita pertama tentang pensil "Faber Castle".... kenapa ya...??
Saya masih ingat ketika jaman Sipenmaru dulu semua orang diwanti-wanti bahwa hanya pinsil 2B merk "STEADLER" yang bisa dibaca komputer.
Karena itu tidak ada yang mau beli pensil "Faber Castle" (warna hijau) karena takut tidak terbaca. Orang berpikir toh Steadler hanya Rp 100 dan Faber Castle Rp75... mahal dikit lah, daripada, daripada....
Padahal kalau kita tahu bagaimana sistem komputer itu memeriksa kehitaman 2B, maka Faber Castle (yg juga made in Germany) itu pasti juga bisa..... tapi kita sudah dari awal ketakutan. Ketakutan yang mana tidak akan muncul kalau sedang di Canada walau dalam kasus yang sama. Kenapa?
Contoh kedua, ketika mau naik KA Parahyangan dari Gambir, sebelum sampai ke loket, sudah terlihat antrian panjang. Maka calo datang dan menakut-nakuti...."Pak, ga bakalan kebagian tiket, udah beli di sini aja, lebih mahal Rp 15.ooo aja". Melihat antrian, kita sudah takut duluan dan berpikir "alah...Rp 15.000 aja kok, daripada ngantri panas-panas, mending kasih orang itu, itung-itung uang rokok". Satu kelakuan yang kita tidak pernah lakukan walau kita melihat antrian panjang yang sama saat Boxing Day di Canada. Kenapa??
Contoh ketiga, saat menyetir di Canada, begitu lihat Speed Limit 80, maka kita berupaya mengurangi kecepatan mobil. Saat yang sama juga terjadi di tol Jagorawi, ada Speed limit 100, kita malah tancap 120. Pikirnya, "ga bakalan ada polisi lah". Saat di Canada kita distop Polisi karena Speed limit yang terlampaui, maka kita bilang "nasib...dan wah Polisi di sini tegas ya".
Tapi saat di Jagorawi kita dikejar, maka kita bilang "Alah...mau cari duit aja", lalu kita mencoba "menyuap" sesuatu yang kita sangat merasa jijik di sini. Ketika Polisi Indonesia menolak sogokan, yang muncul dipikiran adalah "Kurang kali duitnya" (ps: kenapa ga seperti di Canada yang kita bilang "wah tegas ya Polisi")
Juga saat di Canada kita terjebak pada jalur yang ada tulisan "Right Lane Exits" (Jalur kanan harus belok), maka kita akan memaksa diri kita untuk belok kanan dan cari putaran untuk kembali ke jalur kita. Tapi saat di Indonesia salah jalur di jalur "Belok Kanan Langsung", maka kita tetap berusaha untuk tetap lurus, pikirnya "alah, Metromini juga nanti nyalib dari tempat yang sama kok" (lah kok nyamain diri sendiri dengan sopir Metromini).
Dari semua contoh di atas, terlihat bahwa kita memang sering melihat Indonesia (negara anda atau buat yang sudah WN Canada, negara asal anda) secara berbeda. Sejak awal sebagian besar dari kita menganggap bahwa semua bisa diselesaikan dengan uang.
Padahal di sisi lain, ingin agar Indonesia menjadi bersih. Kalau memang itu yang diinginkan, maka dari kitanya dong yang jangan menyogok.
Untuk JC, sekiranya pun anda tidak menggunakan jasa orang di bandara tersebut, saya yakin bahwa anda memang tidak diindikasikan untuk membawa barang terlarang (artinya akan bebas melenggang). Tapi karena sedari awal sudah ditakut-takuti dan anda takut, maka keluarlah uang Rp 200rb.
Kalau pun anda kena pajak karena bawaan tersebut..... bukan kah itu memang aturannya? Jika hal yang sama terjadi saat anda menyebrang border USA balik ke Canada, dengan bawaan melebihi aturan $750, pasti anda akan tetap membayarnya di CBSA kan?
Tapi toh anda lebih berpikir untuk keluarkan Rp 200rb because is only $18, that's fine. Tapi berpikirkah anda untuk dampak jangka panjangnya?? seperti yg JC tulis sendiri:
Quote:
mudah2an ke depan nya Indonesia bisa berjalan ke arah yg benar ya pak.. :cheers:
Ya, kita memiliki sumbangsih juga dalam hal ini
Thanks Pak Unoff untuk kesempatan saya menulis di sini.
BTW, Saya jadi ingat cerita pertama tentang pensil "Faber Castle".... kenapa ya...??