hymunk
- 25/10/2010 09:29 PM
#101
Pamor payet kini tengah menanjak kembali. Pemanis kain berbentuk bulat pipih ini banyak digunakan untuk mempercantik kain, kebaya, dan gaun-gaun pesta. Masyarakat Kalimantan Selatan juga sudah lama mengenalnya.
Airguci bukan air dalam guci. Masyarakat Kalimantan Selatan menggunakan kata ini untuk menyebut payet. Kerajinan melukis kain dengan menempelkan payet memang sudah dimiliki orang-orang Banjar sejak lama. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya payet yang digunakan sebagai hiasan pada saat pernikahan baik di pelaminan, panggung, hingga baju pengantin.
Salah satu warga Banjarmasin yang sukses mengembangkan usaha ini adalah Halidah (57). Berkembangnya usaha Halidah tak lepas dari peran pemerintah setempat yang tahun 1992 meminta agar airguci dikembangkan menjadi kerajinan daerah. "Saya mengikuti anjuran ini. Saya membuat kaligrafi, sarung bantal kursi, dan lainnya," kisah Halidah.

Soal mendesain dan menempelkan airguci untuk membentuk sebuah lukisan di atas kain, Halidah tak menemukan kendala. "Saya sering melihat baju dan hiasan pelaminan dari airguci. Karena sering melihat dan bisa menjahit, saya dapat membayangkan bagaimana membuatnya. Ketika saya coba, ternyata berhasil."
Dalam waktu relatif cepat, Halidah sudah bisa membuat berbagai baju pengantin sekaligus aneka desain hiasan airguci.

Kerajinan tradisional Banjar, sulam arguci bak batu karang. Gerusan fesyen modern tak mampu memecahnya. Sebaliknya, kain bermotif arguci kian diminati dunia internasional.
Suatu siang di pekan ini, Risna sibuk merangkai butiran payet warna perak di kain beludru berwarna ungu. Bermodal jarum dan benang, dengan cekatan perempuan muda itu membentuk motif kangkung melayap.Risna memang secara khusus menekuni kerajian tangan itu. Karena itu pula, di depan rumahnya dipasang papan nama yang menunjukkan dirinya adalah perajin arguci. Tak hanya kain, dia pun menyulam arguci ke beragam jenis busana.
“Pesanan sulam airguci tidak hanya terkait pernikahan seperti pelaminan atau busana pengantin. Juga busana adat seperti busana nanang dan galuh Banjar atau pakaian pejabat hingga kebaya,” kata Risna kepada BPost di Banjarmasin, kemarin.
Menurut dia, menyulam airguci bisa diistilahkan bagawi di mata lubang jarum. Perajinnya harus telaten dan sabar. Selain itu harus tahu motif agar tidak ‘salah sulam’.
“Misal untuk pengantin Banjar, maka motif halilipan harus ada,” ujarnya.
Keterampilan menyulam airguci, diperolehnya dari sang ibu, Hj Hawariah dan nenek, (alm) Hj Kasniyah. Kasniyah adalah orang pertama Kalsel yang memperkenalkan sulam airguci ke pentas nasional.
Perjuangannya itu berimbas pemberian penghargaan Upakarti 1994 dari Presiden (saat itu) Soeharto.
Upaya pelestarian sulam arguci tidak hanya dilakukan Risna. Dia dibantu 12 perajin.
“Selain melestarikan budaya dan usaha keluarga, keterampilan ini juga menjadi usaha masyarakat dengan terciptanya lapangan kerja,” ujarnya.
Tekad melestarikan sulam arguci juga dikumandangkan warga Kabupaten Banjar, Halidah. Meski pesanan kepada dirinya mulai berkurang, Halidah bertekad terus menggumuli usaha kerajinan itu.
sumber :
http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=66
http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=66&no=2
http://banjarmasinpost.wordpress.com/2010/10/24/arguci-tak-lekang-digerus-zaman-bertahan-demi-tradisi /
Airguci bukan air dalam guci. Masyarakat Kalimantan Selatan menggunakan kata ini untuk menyebut payet. Kerajinan melukis kain dengan menempelkan payet memang sudah dimiliki orang-orang Banjar sejak lama. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya payet yang digunakan sebagai hiasan pada saat pernikahan baik di pelaminan, panggung, hingga baju pengantin.
Salah satu warga Banjarmasin yang sukses mengembangkan usaha ini adalah Halidah (57). Berkembangnya usaha Halidah tak lepas dari peran pemerintah setempat yang tahun 1992 meminta agar airguci dikembangkan menjadi kerajinan daerah. "Saya mengikuti anjuran ini. Saya membuat kaligrafi, sarung bantal kursi, dan lainnya," kisah Halidah.

Soal mendesain dan menempelkan airguci untuk membentuk sebuah lukisan di atas kain, Halidah tak menemukan kendala. "Saya sering melihat baju dan hiasan pelaminan dari airguci. Karena sering melihat dan bisa menjahit, saya dapat membayangkan bagaimana membuatnya. Ketika saya coba, ternyata berhasil."
Dalam waktu relatif cepat, Halidah sudah bisa membuat berbagai baju pengantin sekaligus aneka desain hiasan airguci.

Kerajinan tradisional Banjar, sulam arguci bak batu karang. Gerusan fesyen modern tak mampu memecahnya. Sebaliknya, kain bermotif arguci kian diminati dunia internasional.
Suatu siang di pekan ini, Risna sibuk merangkai butiran payet warna perak di kain beludru berwarna ungu. Bermodal jarum dan benang, dengan cekatan perempuan muda itu membentuk motif kangkung melayap.Risna memang secara khusus menekuni kerajian tangan itu. Karena itu pula, di depan rumahnya dipasang papan nama yang menunjukkan dirinya adalah perajin arguci. Tak hanya kain, dia pun menyulam arguci ke beragam jenis busana.
“Pesanan sulam airguci tidak hanya terkait pernikahan seperti pelaminan atau busana pengantin. Juga busana adat seperti busana nanang dan galuh Banjar atau pakaian pejabat hingga kebaya,” kata Risna kepada BPost di Banjarmasin, kemarin.
Menurut dia, menyulam airguci bisa diistilahkan bagawi di mata lubang jarum. Perajinnya harus telaten dan sabar. Selain itu harus tahu motif agar tidak ‘salah sulam’.
“Misal untuk pengantin Banjar, maka motif halilipan harus ada,” ujarnya.
Keterampilan menyulam airguci, diperolehnya dari sang ibu, Hj Hawariah dan nenek, (alm) Hj Kasniyah. Kasniyah adalah orang pertama Kalsel yang memperkenalkan sulam airguci ke pentas nasional.
Perjuangannya itu berimbas pemberian penghargaan Upakarti 1994 dari Presiden (saat itu) Soeharto.
Upaya pelestarian sulam arguci tidak hanya dilakukan Risna. Dia dibantu 12 perajin.
“Selain melestarikan budaya dan usaha keluarga, keterampilan ini juga menjadi usaha masyarakat dengan terciptanya lapangan kerja,” ujarnya.
Tekad melestarikan sulam arguci juga dikumandangkan warga Kabupaten Banjar, Halidah. Meski pesanan kepada dirinya mulai berkurang, Halidah bertekad terus menggumuli usaha kerajinan itu.
sumber :
http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=66
http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=66&no=2
http://banjarmasinpost.wordpress.com/2010/10/24/arguci-tak-lekang-digerus-zaman-bertahan-demi-tradisi /